Misteri Pagar Laut, pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer di Laut Tangerang, Banten, menjadi potret ketidakjujuran di negeri ini, Indonesia.
Pasalnya, hingga kini, belum di ketahui jelas siapa dalang di balik pemasangan pagar bambu yang membentang itu, di tengah situasi saling tutup mata dan menyalahkan.
Pemerintah daerah hingga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) situs slot777 setempat kompak menyatakan tidak tahu-menahu, padahal fenomena tersebut ada di wilayah yang menjadi otoritasnya.
Awal mula
Penemuan pagar laut ini bermula dari laporan yang Di terima Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Pada 14 Agustus 2024.
Setelah menerima informasi itu, DKP segera melakukan pengecekan lapangan pada 19 Slot Bet 400 Agustus 2024. Ternyata benar, pagar setinggi enam meter itu sudah tersusun menyerupai labirin di tengah laut sepanjang 7 kilometer.
Baca juga: DPR Cari Siapa Pihak yang Bertanggung Jawab Atas Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi
Kemudian, pada tanggal 4-5 September 2024, DKP bersama Kepolisian Khusus (Polsus) Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali datang ke lokasi untuk bertemu dan berdiskusi camat dan kepala daerah setempat.
Tim DKP Banten saat itu di pecah menjadi dua kelompok, satu tim mengecek lokasi pemagaran, sementara satu lainnya menemui camat dan kepala daerah.
Berdasarkan informasi yang di kumpulkan, tidak ada rekomendasi maupun izin kepala daerah terkait pemagaran laut yang berlangsung.
Kemudian, pada 18 September 2024, Kepala DKP Banten Eli Susiyanti dan tim kembali melakukan patroli dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).
Baca juga: DKP Banten: Lokasi Pagar Laut di Tangerang Masuk Zona Pemanfaatan Laut
Saat itu, DKP Banten menginstruksikan agar aktivitas pemagaran di hentikan.
Sebab, pagar laut ini berdampak pada 21.950 warga di sekitar area. Keberadaannya juga berpotensi mengganggu ekosistem laut dan aktivitas ekonomi para nelayan lokal.
Tidak berizin, tapi kenapa belum di bongkar?
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KPP) akhirnya menyatakan pagar laut di perairan Tangerang, Banten itu tidak memiliki izin resmi.
Selain tidak memiliki izin, pemagaran laut juga di anggap melanggar aturan pemanfaatan ruang laut.
Perusahaan terkait mengklaim memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) untuk darat, namun lokasi yang di pagar seharusnya memerlukan izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
“Dalam pelacakan geotek selama 30 tahun terakhir, daerah itu tidak pernah berupa darat melainkan laut. Jadi aktivitas di sana harus memiliki izin PKKPRL,” ujar Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto saat di temui di Kantor KKP, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Baca juga: Pagar Laut di Tangerang Di klaim Bermanfaat, JRP Sayangkan jika Di bongkar
Karena tidak berizin, KKP lalu mengirimkan surat penghentian kegiatan pemagaran kepada pemilik pada 19 Desember 2024 melalui unit Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
Meski demikian, KKP menolak mengungkapkan identitas perusahaan karena kasusnya masih dalam proses penyelidikan.
“Pemiliknya kita tahu, tapi saya enggak bisa sebut siapa pemiliknya,” kata Doni.
Hingga kini, tujuan pembangunan pagar bambu itu masih menjadi tanda tanya, sementara KKP terus melakukan proses hukum atas dugaan pelanggaran yang terjadi.
Pemerintah pun terkesan tidak tegas karena tidak langsung menutup dan membongkar pagar laut usai di nyatakan tidak memiliki izin resmi.
Baca juga: Tak Ada Tindakan dari Pemilik dalam 20 Hari, KKP Bakal Bongkar Pagar Laut di Tangerang
Kritik ketidaktegasan pemerintah juga di layangkan oleh DPR RI. Wakil Ketua Komisi IV DPR Alex Indra Lukman menyentil pemerintah yang seolah menjadikan fenomena ini seperti sinetron.
Alex menyebut, masih banyak urusan lain yang harus dikerjakan. Dia berharap pemerintah lebih serius menanggulangi masalah yang terjadi.
“Jangan kemudian di bikin jadi sinetron yang berkepanjangan. Rasanya masih banyak urusan yang harus di kerjakan pemerintah selain hanya urusin pagar laut yang di bangun sedemikian panjang tanpa pernah di ketahui selama ini,” ujar Alex saat di hubungi metrindo-indonesia, Selasa (14/1/2025).
Alex mengingatkan, seluruh instansi, baik dari pemerintah daerah sampai pemerintah pusat, sudah mengakui tidak pernah mengeluarkan izin terkait pagar laut ini.
Dia pun menantikan kemauan pemerintah untuk segera menyelesaikan urusan ini sehingga tidak jadi polemik berkepanjangan di masyarakat.
“Kalau memang tidak ada izinnya, dan kemudian yang seperti kita baca juga bahwa Kementerian Kelautan sudah melakukan penyegelan, ya berarti ada tindak pidana di sana,” katanya.
Baca juga: DPR Desak Pemerintah Buka Misteri Pagar Laut Tangerang, Akan Panggil Kementerian KP
Di sisi lain slot 10k, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, ada prosedur yang harus di ikuti lebih dulu sebelum melakukan pembongkaran pagar laut.
Trenggono mengatakan, langkah pertama yang harus di lakukan adalah melakukan penyegelan pagar laut tersebut.
Setelah di segel, pemerintah akan melanjutkan dengan menyelidiki siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar itu.
Jika pelakunya sudah di ketahui, Kementerian KP akan memberikan denda administratif dan meminta pelaku untuk membongkar pagar tersebut.
“Jadi nanti kalau ketahuan siapapun yang memasang dengan tujuan apa dan seterusnya, kenapa tidak memiliki izin lalu melakukan kegiatan pemasangan di ruang laut, itu kami sampaikan,” kata Trenggono, di kutip dari unggahan Instagram akun @kkpgoid pada Sabtu (11/1/2025).
Pagar yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di perairan Tangerang ini, pada akhirnya di segel pada 9 Januari 2025, sesuai instruksi Presiden Prabowo Subianto.
Baca juga: DPR Cari Siapa Pihak yang Bertanggung Jawab Atas Pagar Laut di Tangerang dan Bekasi
Belum ada satupun pengakuan
Kasus pemagaran laut di perparah karena belum ada satupun pihak yang mengakui. Pemilik di beri waktu maksimal 20 hari untuk mencabut pagar tersebut. Jika tidak di lakukan, KKP berencana membongkar pagar secara paksa.
Di sisi lain, KKP menyatakan akan terus menelusuri siapa yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut ini.
Sebab, setiap kegiatan pembangunan di ruang laut harus sesuai dengan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan harus memiliki izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
“Miliknya siapa, tujuannya apa, dan seterusnya,” kata Trenggono di kesempatan yang sama.
Baca juga: Lokasi Pagar Laut Di sebut Terkena Abrasi, Pemprov Banten: Klaim Perlu Di buktikan
Direktur Jenderal PSDKP KKP, Pung Nugroho Saksono, yang akrab di sapa Ipunk, menambahkan bahwa penyelidikan masih berlangsung untuk mengungkap siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut.
Intinya, menurut dia, KKP hadir untuk merespons keresahan masyarakat atas keberadaan pagar laut yang sempat viral di media sosial.
“Kami belum tahu, kami belum tahu. Jadi yang tentunya, yang punya niat itu yang tahu. Selama kami belum menemukan penanggung jawabnya, kita belum tahu,” ujar Ipunk dalam keterangan resmi pada Kamis (9/1/2025).
Bantahan developer
Polemik pagar laut kian memanas karena sejumlah pihak yang di tuding kemudian membantah. Salah satu pihak yang membantah adalah pengembang kawasan Pantai Indah Kosambi (PIK) 2.
Manajemen PIK 2 melalui Toni, perwakilan resminya, menegaskan bahwa proyek mereka tidak ada kaitannya dengan pembangunan pagar laut tersebut.
Di ketahui, pengembangan kawasan kota baru di PIK 2 saat ini masih akan terus berlangsung ke beberapa wilayah pesisir utara Tangerang hingga ke wilayah Kecamatan Kronjo.
Baca juga: Pagar Laut di Tangerang Sudah Ada Sejak Agustus 2024
Namun, Toni menegaskan tudingan bahwa pagar laut misterius itu adalah milik PIK 2, tidaklah benar.
“Itu tidak ada kaitan dengan kita, nanti selanjutnya oleh kuasa hukum yang akan menyampaikan dengan tindak lanjut,” ujar Toni di Tangerang, Banten, Minggu (12/1/2025).
Toni menjelaskan bahwa pengembangan kawasan PIK 2, yang telah berjalan sejak 2009, berbeda dari proyek strategis nasional (PSN) yang baru di mulai pada 2024.
Menurut Toni, pengembangan kawasan PIK telah di lakukan sejak 2009 atau berjalan sebelum adanya penetapan PSN oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2024.
Sejak di putuskannya area PSN PIK 2 seluas 1.800 hektare berdasarkan Keputusan Presiden Jokowi, maka pengembangan kawasan PIK dan PSN adalah dua hal berbeda.
“Artinya, PIK 2 itu sudah mulai melalui izin yang di terima sudah mulai berjalan sejak 2009. Sedangkan PSN ini adalah wilayah di luar perencanaan PIK 2 yang dari 2009 itu berjalan itu di luar dan itu menjadi bagian dari terintegrasi PIK 2 mulai Maret 2024,” ujar Toni.
Baca juga: Canda Komeng soal Pagar Laut Misterius: Harusnya Kerja Sama dengan Perusahaan Terali…
Bantahan soal pemberian izin juga disampaikan oleh pemerintah daerah hingga pemerintah pusat. Mereka mengeklaim tidak pernah memberikan izin atas pemagaran laut di wilayah Tangerang, Banten.
Di sisi lain, warganet kembali di buat heboh karena ada penemuan pagar laut berbeda di pesisir utara Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Video berdurasi 45 detik yang viral di media sosial tersebut menampilkan ribuan batang bambu yang tertancap rapi di dua sudut wilayah Tarumajaya.
Struktur pagar laut Bekasi ini terlihat menopang gundukan tanah, membentuk garis panjang menyerupai tanggul, dengan perairan di tengahnya yang menyerupai sungai.
Namun, menurut Pemerintah Provinsi Jawa Barat, bambu yang terpancang di perairan Kampung Paljaya tak bisa di samakan dengan keberadaan bambu di wilayah perairan Tangerang, Banten.
Baca juga: DPR Sentil Pemerintah: Isu Pagar Laut Misterius Bak Sinetron Panjang, padahal Jelas Tak Berizin
Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Muara Ciasem pada Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat, Ahman Kurniawan mengatakan, pemasangan bambu di perairan Kampung Paljaya legal karena hasil kerja sama antara Pemprov Jawa Barat dengan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN).
“Ya misterius itu kan karena tidak tahu siapa pemiliknya. Kalau di sini memang jelas pemiliknya, tidak misterius. Ini DKP Jabar, kerjasama dengan perusahaan ini (TRPN), ini MAN, dan semuanya punya legalitas masing-masing,” kata Ahman saat meninjau keberadaan deretan pancangan bambu di Kampung Paljaya, Selasa (14/1/2025).
Ahman juga menjelaskan, keberadaan deretan bambu di perairan Kampung Paljaya di peruntukkan untuk pembangunan dua alur pelabuhan yang akan menjadi akses keluar dan masuknya kapal nelayan.
Dua alur pelabuhan ini masing-masing di kerjakan oleh PT TRPN pada sisi kiri dan PT MAN pada sisi kanan. Sementara panjang alur pelabuhan membentang hingga lima kilometer, dengan kedalaman lima meter dan lebar 70 meter.
Baca juga: Bakamla Sebut Pagar Laut Urusan Mudah: Robohkan, Cari Orangnya, Selesai
Menurut dia, pembangunan alur pelabuhan pada sisi kiri khususnya, merupakan bagian dari penataan ulang kawasan Satuan Pelayanan (Satpel) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya seluas 7,4 hektar, dengan biaya yang di keluarkan oleh PT TRPN sekitar Rp 200 miliar.
“Untuk di pantai utara itu berkisar antara Rp 100 miliar sampai Rp 200 miliar tergantung situasi kondisi,” ungkap dia.
Akui saja
Fenomena pagar laut yang tak kunjung usai ini mengundang komentar Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Deputi Eksternal Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Mukri Fitriana meminta pihak di balik pemasangan pagar laut untuk mengakui saja alih-alih menutup diri.
“Terus apa yang harus di lakukan? Memang kita pertama itu adalah mendorong supaya dia ngaku aja. Karena daripada berkepanjangan siapapun pengusahanya,” kata Mukri saat di hubungi metrindo-indonesia, Selasa.
Baca juga: Walhi: Pagar Misterius di Laut Tangerang Bisa Merusak Ekosistem
Di sisi lain, dia menilai, pemagaran laut di pesisir Banten bisa jadi di lakukan untuk reklamasi.
Oleh karenanya, rencana soal reklamasi seluas 9.000 hektare di Kabupaten Tangerang perlu di hapus dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Penghapusan ini bisa di lakukan karena ada momentum yang tepat, yakni evaluasi setiap lima tahun sekali atas rencana strategis.
Sebab, sepanjang klausul reklamasi tidak di hapus, maka akan selalu ada ruang bagi pihak lain melakukan kegiatan, baik secara terang-terangan maupun diam-diam.
“Sepanjang itu enggak di hapus dari Tata Ruang. Maka terus-terusan itu jadi agenda. Dia akan nyari-nyari. Makanya kita mendesak yang paling utama itu hapus dulu semua klausul itu. Sumbernya dari Tata ruang baru di ikuti oleh keturunan peraturan-peraturan yang lain lewat RPJMD, RPJP,” ujarnya.
Di baca juga artikel lainnya di metrindo-indonesia.com
Baca juga: Jaringan Rakyat Pantura Klaim Pagar Laut di Tangerang Di buat untuk Cegah Abrasi
Terlebih, menurut Mukri, ada kontradiksi alias ketidaksesuaian antara aturan daerah dengan klaim pemerintah.
Di wilayah Kronjo misalnya, pemerintah daerah setempat menyebut kawasan tersebut rentan terjadi tsunami. Namun, di sisi lain, justru diarahkan untuk pembangunan pemukiman warga.
“Kalau betul itu daerah tsunami, berarti dia menjerumuskan siapa pun nanti akan tinggal di sana. Dan tidak ada konsepnya seperti dalam pembangunan. Jadi itu di sebut salah satu kawasan pembangunan berisiko tinggi namanya. Enggak boleh justru harus zero (penduduk), dia harus nol,” kata Mukri.